Langsung ke konten utama

Jangan Remehkan Kekuatan Doa Part 1

Gue bersama hampir 50 orangan sedang berada dalam ruangan yang cukup luas. Orang yang hadir saat itu berpenampilan menarik. Yang cowok mayoritas memakai dasi dan kemeja rapih. Rambut nya terlihat klimis dengan minyak rambut yang kinclong. Dan yang cewek memakai blezzer lengkap dengan sepatu hak tinggi nya. Sementara gue? Gue duduk di urutan bangku paling belakang dengan kemeja bekas lebaran 2 tahun yang lalu. Itu pun udah tampak kekecilan dan kumal. Sementara celana yang gue pakai bekas punya temen gue yang gue HM 2 tahun yang lalu. Dan gue rasa dia udah lupa. Sepatu gue? Jangan harap pantofel kulit yang mengkilap. Sepatu yang gue kenakan cuma sepatu cats yang bawah nya banyak sisa lumpur kering gara gara abis kebanjiran 2 hari yang lalu. Dan yang menunjang buruk nya penampilan saat itu nggak lain dan nggak bukan adalah rambut. Iya rambut sarang lebah ini emang susah untuk di lepas dulu. 



Dari segi pendidikan, tampak yang hadir sudah banyak yang mempunyai gelar. Itu terlihat dari bagaimana mereka bertanya saat sesi pertanyaan di lempar. Sangat cerdas dan tertata rapih. Sementara gue? Cuma lulusan SMK elektro yang sudah lewat 5 tahun yang lalu. Ijazah pun masih di tahan sekolah karna biaya administrasi saat itu belum selesai. Dan yang menjadi perbandingan yang sangat semakin kontras, gue nggak bertanya satu pertanyaan pun. 

Gue mendapat bangku paling belakang dan sendiri. Iya, gue peserta terakhir yang di perboleh kan masuk setelah angka nya genap 50 orang. Sementara sisa nya menunggu di luar. 

Nampak seorang pria paruh baya menjelaskan lowongan pekerjaan yang perusahaan mereka butuhkan. Iya, gue sedang berada di antara ratusan orang yang mencoba peruntungan untuk bisa bekerja di salah satu bank milik pemerintah. Entah apa yang mendorong gue bisa sampai disini. Yang pasti, selain keyakinan. Satu alasan lagi yang menjadi alasan gue adalah.. untung untungan. gue cukup tau diri untuk memposisikan diri gue siapa, dan sedang berada di mana. 

Pak karno, yang akhir nya gue tau nama nya, secara detail menjelaskan segala macam hal yang kita butuhkan untuk tau lebih jauh perusahaan yang pengen kita lamar. Mulai dari jam kerja, posisi yang ditawarkan, gaji yang di janjikan, dan jenjang karir yang meyakinkan. Dan lagi lagi entah kenapa, semakin pak karno meninggikan semua itu, hati gue semakin ciut. Apa iya gue bisa mendapatkan semua itu? Apa iya gue layak mendapatkan nya? 

Motivasi gue kerja sebener nya nggak muluk muluk. Gue cuma pengen punya satu pegangan, dimana pegangan itu bisa gue gunakan untuk segala hal. Gue bisa hidup sama pegangan itu. Gue bisa punya status karna pegangan itu. Dan gue bisa menjadi orang yang (sedikit) lebih berguna buat siapapun terutama kedua orang tua gue. Dan semua itu bisa gue nikmatin kalo gue punya pekerjaan. Apapun itu. Termaksud pekerjaan yang belom pernah gue jalanin sama sekali. Termaksud dunia perbankan yang mau gue lamar ini. 

Selesai pak karno menjelaskan, kita semua tinggal menunggu giliran untuk di interview. Dan tentu saja, urutan gue persis paling akhir. Ketika semua bangku sudah kosong, ketika semua meja sudah mau di bereskan, nama gue di panggil. Orang yang menginterview gue memiliki badan yang tambun. Perawakan nya mirip bos bos di sinetron dengan aksen kumis tebal, badan besar, dan suara nge-bass. Dan gue rasa dia udah mulai ngantuk karna udah banyak menginterview orang. Dan dia bisa tidur nyenyak setelah menginterview satu orang lagi. Dan itu gue. 

Gue menjabat tangan nya. Disusul dia yang memperslakan gue duduk. 

"Oke silakan untuk kamu memperkenalkan tentang diri kamu". 

Gue menjelaskan semua setiap detail tentang diri gue. Mulai dari nama, umur, pengalaman kerja, dan gaji terakhir. Dia cuma manggut manggut di susul dengan menulis catatan di kertas yang gue nggak tau. 

"Jadi kamu suka nulis?" Sahut nya. 

"Sedikit pak". Jawab gue. 

"Dalam bentuk apa hobi kamu itu tersalurkan? Buku?" 
"Belum sampe kesana sih pak. Palingan cuma di blog atau note facebook." 

"Nggak takut di bajak?" 
"Saya nulis juga cuma iseng sih pak. Jadi silakan aja bajak sesuatu yang sifat nya iseng itu. Dan kalo tulisan saya di copy, brarti saya harus bangga karna karya saya punya tempat di hati pembaca nya." 

Si bapak itu manggut manggut. Tampak bosan rupa nya. 

"Berarti kamu nulis cuma untuk hobi ya? " 
"Iya pak". 

Sebener nya cukup banyak sih bapak ini bertanya. Mulai dari pengalaman kerja terakhir. Posisi dan kontribusi terhadap perusahaa. Dan susunan organisasi dalam perusahaan yang lama. Pengen sekali kali setiap nanya, gue langasung menjawab.. "kepo lo". Tapi tidak. Gue masih butuh kerjaan :') 

Selesai interview, gue pulang dalam siang yang sangat terik. Di jalan gue bener bener nggak mau berharap lebih dari lowongan ini. Berharap pada sesuatu yang mustahil itu cuma akan menimbulkan rasa senang yang sesaat, kemudian di susul kecewa yang sering kumat. Untuk itulah. Gue nggak mau berharap banyak. 

Sampai nya dirumah, azan ashar berkumandang. Suara nya lantang dan keras. Gue bergegas shalat, disusul berdoa. Dalam doa gue selipkan sedikit harapan untuk minimal lolos di interview awal. Iya.. yang bisa gue lakukan cuma ini. Sebab yang gratis cuma ini. Tapi kenapa semua orang pada sok nggak butuh yang nama nya doa. Emang apa yang mereka bisa lakukan, tanpa campur tangan tuhan? 


***** 

Hari demi hari gue lalui dengan makan tidur makan tidur, check timeline mantan. Setiap hari nya memiliki pola yang hampir sama. 2 minggu sudah berlalu saat gue di interview saat itu. Tapi belum juga membuah kan hasil. Apa iya, kekuatan sebuah doa sudah tidak berarti dalam hidup gue? Ah... pemikiran yang kuno. Dalam dekap keraguan itu, gue tetep berdoa penuh harap. Hingga suatu sore sebuah telpon masuk dari no yang gue nggak kenal. Sebener nya suara si penelpon nggak ada bagus bagus nya. Nggak seperti alunan merdu dalam sebuah orkestra. Tapi entah kenapa, semua jadi indah ketika di sebrang sana berkata, ''besok datang ya.. untuk tes pertama.''

Komentar

Postingan populer dari blog ini

12 Hal Sederhana Yang Bikin Cewek Kelihatan Sexy

Kita, para cowok sepakat, kalo makhluk paling lebay di dunia ini adalah lawan jenis kita, cewek. Terutama dalam hal penampilan. Silakan angkat tangan bagi cewek yang nggak jadi pergi Cuma gara gara lipstick nya abis. Silakan ngangguk yang merasa nggak pede Cuma gara gara belom alisan. Dan ayo ngaku, siapa yang merasa diri nya paling berdosa Cuma karna papasan sama orang yang pake baju sama?

8 Pamer Yang lagi Kekinian

Nggak ada yang salah sama sikap pamer yang di mililiki tiap seseorang. Bahkan, sedari kecil, kita udah di ajarin orang tua kita buat punya sikap pamer. Kita emang nggak pernah inget, tapi kalo kita sering liat ada seorang ibu dan bayi nya yang lagi di kerumunin ibu ibu lain nya, cara pamer yang ia gunakan nggak jauh jauh dari.. ‘’hayo.. muka jelek nya mana muka jelek.’’ Setelah nya, si ibu dan teman teman nya tertawa dan bangga karna anak nya bisa di ajarin muka jelek. tapi kalo yang di suruh begitu gue, susah banget. Mengingat wajah gue yang.. susah buat jelek. disatu sisi, Gue khawatir aja, begitu gede, hal itu akan di ingat si anak dan berkata.. ‘’ooh.. jadi ini orang yang dari kecil bilang gue jelek?’’ sambil megang belati.

5 Alasan Orang Sulit Move On

Ini mungkin akan menjadi semacam cerminan diri buat orang orang yang kenyataan nya masih belum bisa berdamai sama situasi, alias belum bisa move on. Perlu di ingat, tulisan ini mungkin hanya bisa membantu menyadarkan diri kalian dari keterpurukan yang selama ini kalian alami. Bukan untuk mengobati. Urusan bisa move on apa nggak, itu lahir dari keinginan sendiri yang kuat untuk melangkah kedepan.   Move on itu pilihan. Pilihan untuk mau melangkah ke arah yang lebih baik, atau nggak. Yang menjadi masalah dari setiap individu adalah, dia gembar gembor bilang kalo diri nya udah move on, sementara hati nya belum. Masih suka stalk twitter nya lah. Masih suka nungguin sms nya lah. Padahal pas sms bunyi, cuma iklan provider. Masih seneng pas di telpon lah. Padahal di telpon cuma mau ngabisin bonus talktime doang. Iya, kebanyakan orang yang belum bisa move on adalah karna kadar ke-geer-an nya tinggi. Padahal dunia tau, dia bukan siapa siapa nya lagi.