Hal yang sering di takut kan manusia sebener nya bukan hantu yang menyeramkan. Bukan singa yang menampakan gigi tajam. Bukan pula preman super sangar yang menakutkan. Yang di takutkan oleh manusia biasa adalah perpisahan. Ada kata 'akhir' di setiap perpisahan. Akhir pertemuan. Akhir kunjungan. Akhir pertemanan dan mungkin.. akhir pacaran. Tapi entah kenapa, baru baru ini gue mulai bersahabat sama kata itu. Semenjak bokap bilang "interview akhir" 2 hari yang lalu itu, gue ngerasa nggak ada yang salah dengan kata akhir. Sebab yang gue tau, kalo ada kata akhir bertemu dengan kata interview, itu arti nya kesempatan gue buat masuk perusahaan ini semakin besar.
Iya, jam 10 lewat 10 menit gue udah duduk anteng di area lobi bank itu. Nampak beberapa orang juga sudah mulai berdatangan. Tapi entah kenapa, lagi lagi gue ngerasa dandanan gue masih kurang maksimal. Oke kemeja udah gue ganti. Cuma maslah nya lupa di setrika. Tanah merah yang melekat di sepatu juga udah gue singkirkan. Tapi tetep aja, semua itu nggak ada apa apa nya di banding peserta lain yang kebanyakan datang mengenakan jas dan dasi.
Whatever... i cant to do anything to be myself. Gue udah sampai di tahap ini. Itu arti nya, mereka sudah mempertimbangkan baik buruk nya menerima gue sebagai karyawan nya. Kalo pun kedepan nya gue kurang memenuhi syarat bagi mereka, setidak nya mereka sudah memberi isyarat ke gue agar lebih memperbaiki diri lagi. Terutama di area rambut. Oke cukup.
Iya, gue bisa semangat berapi api kali ini. Meski lama nunggu giliran buat interview, setidak nya gue nggak dapet no akhir lagi.
Orang yang datang cukup ramai. Tapi tidak seramai pertama kali gue dateng. Mungkin yang saat ini gue lihat, adalah orang orang yang sudah melalui tahap penyaringan. 2 kali penyaringan mungkin, persis kaya iklan bimoli. Dan orang yang meng-interview kali ini berbeda dari yang pertama. Mereka adalah para usher kepala cabang, tempat di mana nanti nya gue bernanung. Ibarat nya "om-om" ini yang mau membeli gue. Iya, dunia keras.
Kali ini gue di interview tidak sendiri. Ada satu orang lagi yang gue lupa nama nya siapa. Orang nya tinggi, tapi memiliki aksen wajah mirip seperti tokoh serial tin tin.
Kita berdua di hadapkan pada satu orang pria paruh baya. Badan nya cukup besar. Suara nya ngebas. Kumis nya tebal.
"Oke bisa kalian ceritakan kembali latar belakang kalian". Tanya usher nya.
''saya baru aja lulus dari sekolah pariwisata pak.'' si tin tin mengawali. ''lebih tepat nya, saya ngambil jurusan F&B.''
''lalu kenapa kamu mau masuk ke dunia perbankan?'' si om bertanya.
''hmm.. coba coba aja pak. sambil ngisi waktu luang juga.''
gue tersentak. mau ketawa tapi nggak enak. abis deh lo tin.
''hey mas..'' si om mengawali. gue mulai takut. padahal bukan gue yang di tanya. ''kamu baru lulus sih ya?'' si tin tin mengangguk. ''iya pak.''
''mas.. di dunia kerja itu jangan pernah bilang coba coba dan buat iseng. ya kalo kamu mau masuk sini, mandiri, ya kamu harus punya tekat yang bulat. kamu juga harus punya visi dan misi yang jelas. nggak bisa kaya gitu. ini perusahaan, bukan taman kanak kanak.'' tuh kan gue bilang abis deh lo tin.
''tuh kamu liat di luar, masih ada sekitar seratus orang yang nunggu, berharap kerja disini.'' si om nunjuk ke arah pintu. ''kalo kamu cuma iseng, ya brarti kita juga cuma iseng buat interview kamu.'' si om kaya nya udah mulai emosi.
''jadi sekali lagi saya tanya ke kamu, kamu yakin mau masuk sini?'' si tintin mengangkat wajah nya yang tertunduk. kemudian dalam sesaat, dia menggelengkan kepala.
''yaudah kalau begitu, saa permisi pak.'' si tintin berdiri, lalu pergi setelah sebelum nya di balas ''silakan.''
gue ngelus dada. ngerasa kasian sekaligus berterima kasih ke dia. sebab jawaban yang dia lontarkan, sebagian pengen juga gue keluarkan. ngeliat 'gesekan' tadi, gue jadi lebih menyortir lagi aapa yang mau gue jawab.
''tuh.. keliatan kan mas, mana yang emang niat kerja, mana yang nggak.'' si om kemudian mengalihkan pandangan nya ke gue. berharap sisa ketegangan nya nggak di lampiasin ke gue.
''oke, sekarang giliran kamu.'' mampus gue
Gue pun mulai menceritakan tentang diri gue. Tentang pekerjaan gue. Tentang hobi gue. Tentang kebiasaan kebiasaan gue. Tentang peran apa yang gue berikan untuk negri api. Banyak lah.
Pertanyaan yang di tanyakan nggak banyak. Secara total, sebener nya usher cuma pengen tau "fisik" karyawan nya yang bakal mereka terima di cabang nanti nya. Mereka nggak mau secara penampilan kurang. Gue juga sudah mendengar banyak cerita, bahwa kerja di bank itu yang di utamakan adalah penampilan. And you know what, i dont have it. :( itu terbukti saatgue keluar dari ruangan. Secara total penampilan gue di kritik habis habisan.
"Mas.. lain kali kalo udah keterima, di perhatikan ya penampilan nya. Masa mau kerja si bank penampilan nya gini." Kata salah satu karyawan senior sana dengan tatapan merendahkan.
Oke mungkin ini akumulasi dari keteledoran gue dalam hal penampilan. Gue cukup paham itu.
Tapi lagi lagi gue mau mengikrarkan, bahwa tahap gue disini juga karna penilaian mereka. Ada yang di pertimbangkan dari segala aspek terkait kualifikasi kedepan nya. Kalo pun nanti gue masuk, dengan sangat berat hati, gue cuma mau bilang ke kalian.. kalo penampilan gue, juga oke :p
Ternyata benar. Gue cukup oke secara penampilan. (Setidak nya gitu menurut..... oke iya. Nyokap gue. ) 3 hari dari final interview, gue di hubungi kembali. Timing nya pada saat gue mau shalat magrib. Ini jadi kaya semacem menunjang kekhusuan gue shalat akibat telpon yang gue dapat.
"Besok kamu datang ke hotel sahit yang di thamrin buat medical check up ya. Dari jam 10 jangan makan apa apa. Biar pas di ambil darah, nggak keliru."
Begitu pesan pa karno waktu menghubungi. Gue pun menglakukan apa yang disarankan pak karno. Dan pagi nya, jam setengah 7 gue jalan tanpa sarapan. Dan penampilan gie rombak habis habisan. Gue takut aja begitu disana, orang yang kemaren ngritik gue, ada lagi di sana.
Tiba di lokasi, hal yang di lakukan pertama adalah cek mata. Apakah mata gue buta warna apa tidak. Tapi lagi lagi entah kenapa, disaat penampilan gue udah oke, itu sama sekali nggak ada guna nya. Karna begitu tes, baju gue banyak di buka buat memeriksa ini itu di bagian dada dan sekitar nya.
Banyak tes yang dijalan kan saat itu. Ada sekitar 12 tes yang meliputi tes darah, urine, penglihatan, pendengaran, pernafasan, ronsen, jantung, paru, dll. Selesai tes penglihatan, gue naik ke lantai 2. Disana sudah ada banyak peserta yang lain ternyata.muka muka yang udah banyak yang gue kenal waktu final interview. Tapi jumlah nya sudah semakin berkurang.
Tes selanjut nya yang di lakukan adalah tes urine. Bukan.. bukan maksud pengen tau jenis urine apa yang gue punya. Ini urine, bukan darah yang memiliki golongan. Yang di maksud dengan tes urine ini adalah, agar peserta ketahuan apakah dia oemakai narkoba atau peminum. Gue pun masuk keruangan kecil yang isi nya lebih kaya kamar mandi, guna mengeluarkan isi yang sudah gue minum semalam.
"Nih bu. Kalo kurang bilang ya." Sapa gue sambil menyerahkan.
"Udah. Cukup. Saya cuma butuh setetes". Balas nya dengan tatapan pengen membunuh.
"Cuma urin aja bu?"
MAKSUD LOH?
"Maksud nya?"..
"Oh nggak. Maksud saya, abis sini ada tes lagi? Apa cuma tes urin aja?"
Mampus. Hampir aja gue mempermalukan diri lagi.
Di klinik itu, ada ruangan masing masing sesuai tes yang mau kita lakukan. Setiap ruangan harus kita masuki agar tau kesehatan kita di setiap aspek.
Jam 12 gue keluar dari klinik yang ada di hotel itu. Sebener nya gue agak ragu. Iya, hidup gue emang penuh dengan kepesimisan. Itu karna dulu, gue pernah kena penyakit yang berhubungam dengan pernafasan. Tapi itu dulu. Tapi lagi lagi bukan arimba, kalo nggak menjadikan keterbatasan menjadi hambatan.
Oiya.. hampir satu harian ini gue belum menyentuh tuhan. Selepas pulang, gue langsung buru buru zuhur. Nggak lupa gue selipkan sedikit doa penuh harapan, agar apa yang gue lakukan hari ini, nggak tersia sia kan.
Dua hari kemudian nggak ada bayangan sama sekali tentang panggilan. Tanpa ada aba aba, pak karno sore itu menelpon sekali lagi dan berkata..
"Hari senen datang ya, buat tanda tangan kontrak".
Iya.. selamat datang di kekuatan doa.
Iya, jam 10 lewat 10 menit gue udah duduk anteng di area lobi bank itu. Nampak beberapa orang juga sudah mulai berdatangan. Tapi entah kenapa, lagi lagi gue ngerasa dandanan gue masih kurang maksimal. Oke kemeja udah gue ganti. Cuma maslah nya lupa di setrika. Tanah merah yang melekat di sepatu juga udah gue singkirkan. Tapi tetep aja, semua itu nggak ada apa apa nya di banding peserta lain yang kebanyakan datang mengenakan jas dan dasi.
Whatever... i cant to do anything to be myself. Gue udah sampai di tahap ini. Itu arti nya, mereka sudah mempertimbangkan baik buruk nya menerima gue sebagai karyawan nya. Kalo pun kedepan nya gue kurang memenuhi syarat bagi mereka, setidak nya mereka sudah memberi isyarat ke gue agar lebih memperbaiki diri lagi. Terutama di area rambut. Oke cukup.
Iya, gue bisa semangat berapi api kali ini. Meski lama nunggu giliran buat interview, setidak nya gue nggak dapet no akhir lagi.
Orang yang datang cukup ramai. Tapi tidak seramai pertama kali gue dateng. Mungkin yang saat ini gue lihat, adalah orang orang yang sudah melalui tahap penyaringan. 2 kali penyaringan mungkin, persis kaya iklan bimoli. Dan orang yang meng-interview kali ini berbeda dari yang pertama. Mereka adalah para usher kepala cabang, tempat di mana nanti nya gue bernanung. Ibarat nya "om-om" ini yang mau membeli gue. Iya, dunia keras.
Kali ini gue di interview tidak sendiri. Ada satu orang lagi yang gue lupa nama nya siapa. Orang nya tinggi, tapi memiliki aksen wajah mirip seperti tokoh serial tin tin.
Kita berdua di hadapkan pada satu orang pria paruh baya. Badan nya cukup besar. Suara nya ngebas. Kumis nya tebal.
"Oke bisa kalian ceritakan kembali latar belakang kalian". Tanya usher nya.
''saya baru aja lulus dari sekolah pariwisata pak.'' si tin tin mengawali. ''lebih tepat nya, saya ngambil jurusan F&B.''
''lalu kenapa kamu mau masuk ke dunia perbankan?'' si om bertanya.
''hmm.. coba coba aja pak. sambil ngisi waktu luang juga.''
gue tersentak. mau ketawa tapi nggak enak. abis deh lo tin.
''hey mas..'' si om mengawali. gue mulai takut. padahal bukan gue yang di tanya. ''kamu baru lulus sih ya?'' si tin tin mengangguk. ''iya pak.''
''mas.. di dunia kerja itu jangan pernah bilang coba coba dan buat iseng. ya kalo kamu mau masuk sini, mandiri, ya kamu harus punya tekat yang bulat. kamu juga harus punya visi dan misi yang jelas. nggak bisa kaya gitu. ini perusahaan, bukan taman kanak kanak.'' tuh kan gue bilang abis deh lo tin.
''tuh kamu liat di luar, masih ada sekitar seratus orang yang nunggu, berharap kerja disini.'' si om nunjuk ke arah pintu. ''kalo kamu cuma iseng, ya brarti kita juga cuma iseng buat interview kamu.'' si om kaya nya udah mulai emosi.
''jadi sekali lagi saya tanya ke kamu, kamu yakin mau masuk sini?'' si tintin mengangkat wajah nya yang tertunduk. kemudian dalam sesaat, dia menggelengkan kepala.
''yaudah kalau begitu, saa permisi pak.'' si tintin berdiri, lalu pergi setelah sebelum nya di balas ''silakan.''
gue ngelus dada. ngerasa kasian sekaligus berterima kasih ke dia. sebab jawaban yang dia lontarkan, sebagian pengen juga gue keluarkan. ngeliat 'gesekan' tadi, gue jadi lebih menyortir lagi aapa yang mau gue jawab.
''tuh.. keliatan kan mas, mana yang emang niat kerja, mana yang nggak.'' si om kemudian mengalihkan pandangan nya ke gue. berharap sisa ketegangan nya nggak di lampiasin ke gue.
''oke, sekarang giliran kamu.'' mampus gue
Gue pun mulai menceritakan tentang diri gue. Tentang pekerjaan gue. Tentang hobi gue. Tentang kebiasaan kebiasaan gue. Tentang peran apa yang gue berikan untuk negri api. Banyak lah.
Pertanyaan yang di tanyakan nggak banyak. Secara total, sebener nya usher cuma pengen tau "fisik" karyawan nya yang bakal mereka terima di cabang nanti nya. Mereka nggak mau secara penampilan kurang. Gue juga sudah mendengar banyak cerita, bahwa kerja di bank itu yang di utamakan adalah penampilan. And you know what, i dont have it. :( itu terbukti saatgue keluar dari ruangan. Secara total penampilan gue di kritik habis habisan.
"Mas.. lain kali kalo udah keterima, di perhatikan ya penampilan nya. Masa mau kerja si bank penampilan nya gini." Kata salah satu karyawan senior sana dengan tatapan merendahkan.
Oke mungkin ini akumulasi dari keteledoran gue dalam hal penampilan. Gue cukup paham itu.
Tapi lagi lagi gue mau mengikrarkan, bahwa tahap gue disini juga karna penilaian mereka. Ada yang di pertimbangkan dari segala aspek terkait kualifikasi kedepan nya. Kalo pun nanti gue masuk, dengan sangat berat hati, gue cuma mau bilang ke kalian.. kalo penampilan gue, juga oke :p
Ternyata benar. Gue cukup oke secara penampilan. (Setidak nya gitu menurut..... oke iya. Nyokap gue. ) 3 hari dari final interview, gue di hubungi kembali. Timing nya pada saat gue mau shalat magrib. Ini jadi kaya semacem menunjang kekhusuan gue shalat akibat telpon yang gue dapat.
"Besok kamu datang ke hotel sahit yang di thamrin buat medical check up ya. Dari jam 10 jangan makan apa apa. Biar pas di ambil darah, nggak keliru."
Begitu pesan pa karno waktu menghubungi. Gue pun menglakukan apa yang disarankan pak karno. Dan pagi nya, jam setengah 7 gue jalan tanpa sarapan. Dan penampilan gie rombak habis habisan. Gue takut aja begitu disana, orang yang kemaren ngritik gue, ada lagi di sana.
Tiba di lokasi, hal yang di lakukan pertama adalah cek mata. Apakah mata gue buta warna apa tidak. Tapi lagi lagi entah kenapa, disaat penampilan gue udah oke, itu sama sekali nggak ada guna nya. Karna begitu tes, baju gue banyak di buka buat memeriksa ini itu di bagian dada dan sekitar nya.
Banyak tes yang dijalan kan saat itu. Ada sekitar 12 tes yang meliputi tes darah, urine, penglihatan, pendengaran, pernafasan, ronsen, jantung, paru, dll. Selesai tes penglihatan, gue naik ke lantai 2. Disana sudah ada banyak peserta yang lain ternyata.muka muka yang udah banyak yang gue kenal waktu final interview. Tapi jumlah nya sudah semakin berkurang.
Tes selanjut nya yang di lakukan adalah tes urine. Bukan.. bukan maksud pengen tau jenis urine apa yang gue punya. Ini urine, bukan darah yang memiliki golongan. Yang di maksud dengan tes urine ini adalah, agar peserta ketahuan apakah dia oemakai narkoba atau peminum. Gue pun masuk keruangan kecil yang isi nya lebih kaya kamar mandi, guna mengeluarkan isi yang sudah gue minum semalam.
"Nih bu. Kalo kurang bilang ya." Sapa gue sambil menyerahkan.
"Udah. Cukup. Saya cuma butuh setetes". Balas nya dengan tatapan pengen membunuh.
"Cuma urin aja bu?"
MAKSUD LOH?
"Maksud nya?"..
"Oh nggak. Maksud saya, abis sini ada tes lagi? Apa cuma tes urin aja?"
Mampus. Hampir aja gue mempermalukan diri lagi.
Di klinik itu, ada ruangan masing masing sesuai tes yang mau kita lakukan. Setiap ruangan harus kita masuki agar tau kesehatan kita di setiap aspek.
Jam 12 gue keluar dari klinik yang ada di hotel itu. Sebener nya gue agak ragu. Iya, hidup gue emang penuh dengan kepesimisan. Itu karna dulu, gue pernah kena penyakit yang berhubungam dengan pernafasan. Tapi itu dulu. Tapi lagi lagi bukan arimba, kalo nggak menjadikan keterbatasan menjadi hambatan.
Oiya.. hampir satu harian ini gue belum menyentuh tuhan. Selepas pulang, gue langsung buru buru zuhur. Nggak lupa gue selipkan sedikit doa penuh harapan, agar apa yang gue lakukan hari ini, nggak tersia sia kan.
Dua hari kemudian nggak ada bayangan sama sekali tentang panggilan. Tanpa ada aba aba, pak karno sore itu menelpon sekali lagi dan berkata..
"Hari senen datang ya, buat tanda tangan kontrak".
Iya.. selamat datang di kekuatan doa.
Komentar
Posting Komentar