Oke sebelum nya maafkan atas kenoraan gue yang
akhir akhir ini baru menonton film ‘ant man’. Mari sejenak hilangkan tuduhan
kalian yang beranggapan kalo gue bener bener alergi semut. Bukan. Bukan itu. Gue
juga nggak pernah ada masalah pribadi dengan makhluk kecil itu. Bahkan gue
selalu membiarkan mereka tetap tenang menikmati sisa sisa kopi gue pagi ini. jauh
di luar sana, ada alasan yang lebih sederhana kenapa gue males buat nonton ‘ant
man’ (selain nggak punya duit tentu nya) Gue Cuma sulit aja membayangkan
bagaimana untuk ukuran seekor semut (yang bahkan masih lebih besar upil gue)
mau menyelamatkan dunia yang sebesar ini.
Scott, (paul rudd) salah satu tokoh yang
berhasil menjadi ant man, mempunyai salah satu kekuatan bisa berkomunikasi
dengan segerombolan semut. (gue rasa scodd adalah dalang dari sekumpulan semut
yang menggerumuti sisa kopi gue pagi ini) dengan alat yang di letakan di
telinga, dengan sedikit konsentrasi, maka secara ajaib sekumpulan semut bisa di
perintah.
Keren bukan? Dan gue rasa film adalah inspirasi
nomer wahid bagi sekelompok ilmuwan dalam menciptakan inofasi inofasi yang
tanpa batas. Dan Nampak nya, sebentar lagi kita bisa punya sesi curhat bareng
segerombolan semut.
Kemarin gue membaca sebuah berita luar biasa di salah satu surat
kabar. Para ilmuwan Inggris telah berhasil menggunakan teknologi audio
tercanggih untuk mendengarkan perbincangan para semut (Obbie Mesakh pasti
tersenyum sangat lebar membaca berita ini!).
Ya. Jeremy Thomas (seorang ilmuwan dari Oxford, bukan bintang
sinetron Indonesia), menggunakan speaker dan microphone mini super sensitif
untuk merekam suara ratu semut. Ternyata sesaat setelah rekaman suara tersebut
diputar di dalam sarangnya, gerombolan semut yang mendengarkan langsung terdiam
dalam posisi siap menyerang musuh. Ia pun mengambil kesimpulan bahwa suara ratu
tersebut merupakan sebuah teriakan perintah untuk siaga.
Dengan penelitian yang lebih lanjut, Bapak Thomas percaya bahwa
manusia dapat mempelajari kosa kata dan tata bahasa para semut.
Saat membaca berita menakjubkan ini, ada satu pertanyaan yang
langsung terlintas di kepala bodoh gue; apa gunanya mempelajari bahasa semut?
Selain atas nama kegemaran manusia untuk selalu nguping perbincangan
orang (atau mahluk) lain, serta kebutuhan ilmu pengetahuan yang senantiasa
mencari fakta dari semua hal yang ada di sekelilingnya, adakah kegunaan praktis
dari penelitian ini buat hidup kita?
gue mulai berandai-andai...
Mungkinkah suatu saat nanti kita bisa beradu argumen secara
baik-baik dengan para semut yang selama ini mengganggu lemari makan kita,
hingga mereka bisa pergi dengan sukarela? Bisakah suatu ketika nanti kita
memohon bantuan koloni mahluk kecil ini untuk melakukan operasi semut (dalam
arti kata sebenarnya) demi membersihkan kota Jakarta yang semakin hari semakin
kotor? Dapatkah suatu hari nanti kita berbincang dan menggunakan keahlian para
semut untuk mendeteksi penyakit gula dari air seni yang ada di toilet kita?
Atau jangan-jangan di masa depan nanti kita bisa memerintahkan para semut untuk
berperang melawan mahluk menyebalkan bernama... tetangga sebelah rumah!
Ok. Khayalan gue mulai berlebihan dan semakin tidak penting.
Tapi sumpah, gue belum melihat keuntungan maksimal dari kemampuan manusia untuk
mendengarkan suara dan bahasa para semut (selain untuk membuktikan pada
pencipta lagu 'Semut-Semut Kecil' bahwa suara semut bukanlah oeeek oeek!).
gue rasa satu-satunya kegunaan artikel ini adalah untuk
meyakinkan kita, bahwa dalam hal 'mendengar', manusia memang punya prioritas
yang sangat mencengangkan.
Bayangkan saja, di saat teknologi canggih sudah memungkinkan
kita untuk dapat mendengarkan suara semut, sebagian besar dari kita masih belum
punya kemampuan untuk bisa mendengarkan suara sesama manusia.
How weird is that?
Tentu saja yang gue maksud dengan 'mendengar' di sini adalah
lebih dari sekedar kemampuan indera untuk menangkap suara, melainkan mendengar
dalam pengertian yang sebenar-benarnya. Mendengar, mengerti, memahami, bersimpati,
berempati, dan
semacamnya.
Dari sebuah perbincangan dengan seorang teman yang lebih
bijaksana, gue mendapatkan fakta bahwa banyak konflik antar manusia terjadi
karena salah satu atau kedua belah pihak tidak punya kemampuan atau kemauan
untuk 'mendengar'. Padahal menjadi good listener adalah salah satu kunci
terpenting dalam menjalin komunikasi yang baik (kunci penting yang ternyata
sungguh sulit untuk dilakukan!).
Jika kalian ketik 'art of listening' di salah satu search
engine, siapkan diri kalian untuk menemukan begitu banyak artikel, buku,
quotes, atau materi lain yang membahas tentang bagaimana caranya untuk menjadi
pendengar yang baik.
Ada seni mendengar dalam rumah tangga, public speaking,
marketing, negosiasi, sosialisasi, bahkan meditasi. Dan nyaris semua tulisan
tersebut berusaha menekankan bahwa seni mendengar jauh lebih sulit dikuasai
daripada seni berbicara.
Teman gue yang bijaksana tadi juga pernah berkata; "Mungkin
sebenarnya manusia diciptakan untuk lebih banyak mendengar ketimbang berbicara,
karena itu kita diberi satu mulut dan dua telinga.". maka nya semacam
menyalahi kodrat jikalau ada manusia yang lebih suka memberi masukan, memberi
nasihat, memberi ceramah, tanpa mau memberi kesempatan orang lain untuk berbicara
dan menjadi pendengar yang baik.
gue bukan salah satu pribadi yang demen ngomong. Karna gue
yakin, dari seragam banyak konflik, entah itu dengan temen, pacar, sodara,
sebagian besar nya di hasilkan dari mulut. Fakta nya orang lebih sulit menjaga
mulut nya, ketimbang menjaga indra yang lain. Maka nya muncul peribahasa, mulut
mu, harimau mu.
Ok, kita bisa berdebat panjang tentang kalimat ini (Salah
satunya adalah argumen bahwa dua telinga diciptakan semata untuk urusan
estetika serta kebutuhan balancing dan stereonya suara yang kita dengar,
lagipula jika hanya diberi satu telinga, harus diletakkan di mana? Di tengah
dahikah? Aneh sekali kalau kita harus mendekatkan jidat ke mulut lawan bicara
saat ingin mendengar dengan lebih jelas..), tapi satu hal yang sungguh gue
setujui, akan ada banyak sekali masalah di dunia ini yang bisa diselesaikan
dengan baik jika manusia punya kemampuan prima untuk dapat mendengarkan manusia
lainnya.
Karena itu benar-benar menyedihkan sekali, bahwa di koran yang
memuat artikel tentang keberhasilan manusia mendengarkan suara semut, ada satu
artikel lain yang menggambarkan hilangnya nyawa seorang manusia akibat
ulah sekelompok orang yang berteriak onar ketika merasa suara mereka tidak
didengar.
Duh..
Komentar
Posting Komentar