Tadi pagi, gua nggak sengaja melewati beberapa kumpulan anak SD yang siap untuk mengikuti pesta taunan, dalam ajang busana daerah. Apalagi kalo bukan Hari Kartini. Kayanya kalo bukan hari kartini, orang memakai baju daerah menjadi sesuatu yang tabu.
Setiap taun, dan setiap sekolah. Khususnya sekolah dasar, selalu mempunyai 1 tradisi yang selalu sama dalam hal menyambut hari kartini. Yup memakai baju daerah.
Biasanya jenis baju daerah yang dikenakan, diambil dari suku dan adat istiadat orang tuanya. Yang emak nya orang jawa, biasanya di pakein kebaya, atau baju dodotan. Yang sunda pun demikian, dipakein baju khas sunda.
Meskipun sampe sekarang gua nggak nemu korelasi yang terstruktur hubungannya R.A Kartini dengan kumpulan baju daerah. sejauh logika menerawang, kartinian di SD gua rasa cuma ingin memenuhi hasrat orang tua murid dalam hal eksistensi soal mahal mahalan sewa baju.
Nyewa baju daerah di salon itu nggak murah men. Apalagi untuk beberapa pakaian adat yang rumit, seperti adat jawa yang paket sewanya lengkap dengan konde. Di tambah beberapa riasan make up yang nggak gampang.
Dari situ biasanya akan terbentuk kasta-kasta tertentu, sesuai dengan baju adat yang di pakai. Yang nggak punya uang biasanya lebih memilih nggak masuk, dengan alasan sakit. Yang bajunya biasa, lebih memilih bersikap normal berharap acara cepat selesai. Yang bajunya bagus dan lengkap, berharap akan lebih banyak orang lagi yang bertanya, sewa dimana, berapa harganya, dan bla bla lainnya.
Gua iri? Nggak juga. Yang jelas, sekarang gua paham Kenapa dulu waktu gua SD, saat kartinian, nyokap selalu kekeuh kalo gua itu orang Betawi. padahal emak gua orang sunda, dan bokap gua jawa-padang.
Iya, karena saat kartinian, modal baju adat betawi cuma baju kokoh, sarung, peci sama areng buat bikin kumis kumisan.
Komentar
Posting Komentar