gue menutup halaman terakhir dari buku 5 cm karangan donny dhirgantoro malam itu. sekitar 4 tahun yang lalu, yang gue beli di kios buku bekas pasar senen. tanpa terasa, sebulir air mata yang sedari tadi menggumpal, akhir nya tumpah juga di antara sisi hidung dan pipi. iya, itu adalah buku pertama yang gue baca sampe nangis nggak karuan. dan hebat nya lagi, buku itu bukan mengisahkan tentang romantisme anak cucu adam yang mendayu dayu. melainkan tentang perjuangan dan tekat dari 5 pemuda untuk bisa sampai di puncak tertinggi pulau jawa guna mengibarkan bendera merah putih.
setahun kemudian, beredar rumor bahwa buku tersebut akan di film kan. sebagai pembaca (yang telat baca. buku itu udah terbit sejak tahun 2005, dan dengan pede nya gue bilang ke seorang temen kalo itu buku baru) rasa nya nggak ada alasan yang pas selain bahagia bahwa bacaan yang selama ini gue baca, punya tampilan visual yang memanjakan mata. gue pun seneng dan nggak sabar buat ngeliat langsung 'wujud asli' dari arial dan teman teman nya.
seminggu sebelum film nya muncul, gue nyoba liat trailer nya di youtube. pertama kali liat dan entah kenapa, antusiasme gue yang udah tumbuh sejak lama, seakan sirna begitu ngeliat perwujudan asli dari tokoh yang di peranin sama artis nya. gue nggak bilang fedi nusril itu akting nya jelek. tapi semenjak baca novel nya, gue memberikan gambaran sendiri tentang arial yang terlihat macho dengan polo shirt nya yang membuat ujung lengan baju nggak bisa menahan lagi otot otot besar nya. sementara sosok asli fedi nuril yang asli nya memang nggak keker keker banget.
jafran yang gue imajinasikan sebagai sosok pria kurus dengan jakun yang menonjol, entah kenapa berubah jadi sosok tampan junot ali.
sampai disini gue langsung memberikan penilaian, kalo nih film nggak sesuai dengan apa yang pembaca harapkan. begitu hari pemutaran nya berlangsung, gue males nonton.
ternyata kekecewaan yang gue rasakan, juga di rasakan oleh anak anak (yang bener bener) pecinta gunung. ada sedikit kritikan pedas dari mereka perihal film ini. diantara nya film itu cuma menampilkan keindahan alam tanpa memperdulikan kebersihan lingkungan. di adegan itu, nggak ada satu pun dari pemain yang memberikan intruksi jangan buang sampah sembarangan misal nya? selain itu, pakaian yang di kenakan juga tak sesuai dengan atribut yang sebenar nya (baru kali ini muka nya pevita pearce tetep terlihat kinclong meski udah berjalan puluhan meter) serta personal and team equipment yang harus di bawa ketika mendaki.
disatu sisi, peralatan yang di bawa juga nggak cukup memadai. tas yang ringan, logistik yang sedikit, gear atau peralatan, termaksud pakaian yang di kenakan rasa nya nggak cukup memberikan pelajaran untuk penonton yang menjadi pendaki dadakan.
nggak lama muncul nya film ini, banyak pendaki dadakan yang menyerbu gunung gunung yang ada di indonesia, khusus nya pulau jawa. sayang nya modal mereka hanya ingin melihat yang indah indah nya aja tanpa memperdulikan lingkungan di sekitar. seperti berita yang baru baru ini heboh, tentang sekelompok bule yang membersihkan tumpukan sampah yang menggunung di rinjani.
pernah suatu waktu gue memposting sebuah poto tumpukan sampah yang ada di gunung gede, beserta caption "ulah siapa ya?'' kemudian langsung di brondong dengan serangan pembelaan yang menyebutkan satu sosok pendaki dadakan yang baru kenal gunung. kemudian gue diam, tanpa memberikan reaksi apapun. karna gue nggak bener bener tau, mana yang pecinta alam, mana yang penikmat alam.
untuk itulah, gue memberanikan diri mengelompokan mereka menjadi 3 kelompok. diantara nya..
Passion
the real, anak gunung. |
harga mati. nggak bisa di ganggu gugat. kegiatan naik gunung yang di dasari passion mungkin nggak kenal embel embel seperti pujian dari teman karna udah ngeliat poto nya sambil nyengir di antara tumpukan awan. mereka bersifat underground dan tau tau udah di puncak aja. di jalan, mereka benar benar menjaga kelestarian alam dengan tidak membuang sampah sembarangan. sampai puncak, mereka cuma ingin menikmati alam nya. merasakan momen dimana mereka merasa kecil di banding alam. kemudian bersyukur karna udah di karuniai alam yang indah ini untuk negri nya. untuk menciptakan kenangan, mereka cuma poto sejepret dua jepret, kemudian di cuci dan di simpan di album, atau bingkai. sekali lagi, apapun yang di kerjakan melalui passion, nggak akan pernah berakhir menjadi implusion. iya, kepuasan batin yang mereka cari.
Action
mungkin. ini mungkin maksud nya |
''ayoo naik yuuu, dijamin nggak nyesel deh.''
informasi yang sampai dari 'anak-gunung banget' ke 'yang-awalnya-bukan-anak-gunung' mengenai apapun tentang nanjak mungkin cuma sampe 70-80 %. di benak nya, masih ada rasa 'udah lah, cuma buang bungkus permen doang mah nggak bakal bikin banjir kali yak'.
sampe atas juga masih ada rasa sedikit 'pamer' dengan menuliskan di secarik kertas ''jangan di rumah terus. indonesia indah lho.'' kemudian di share di path dan menuai banyak love.
Fashion
iya, mungkin ini juga maksud nya |
kalo di pamerin depan muka nya juga seneng |
bener sih naik gunung. sampe sana ketemu yang menggunung. sampah nya. |
pernah satu waktu gue melihat poto seorang teman di media sosial, yang sebelum nya gue tau, dia nggak pernah ke gunung. dengan bangga nya dia berfoto di antara tumpukan awan dengan secarik kertas dan menulis ''jangan dirumah aja. indonesia indah lho. 2346 mdpl'' mungkin kalo gue rada sedikit tega, gue akan membalas poto itu dengan tulisan ''Eh setan, ke gunung baru sekali aje looooh.''
di poto lain, gue menemukan tulisan yang berbunyi ''cewek sejati naik gunung, bukan pamer gunung.'' padahal gue yakin seyakin yakin nya, kalo di pamerin depan muka nya juga seneng.
jaman dulu, kegiatan mendaki gunung tak ayal nya sebagai satu hobi yang kata nya cuma buang buang waktu. seorang pengangguran yang nggak punyaa kerjaan dan akhir nya memutuskan untuk menjadi pecinta alam. statmen inilah yang munkin membuat pecinta alam terlihat agak 'ngumpet ngumpet' dari kehidupan sosial. namun sekarang malah menjadi satu ajang dimana lo bisa mendapat apresiasi tinggi dalam pencapaian hidup.
gue pribadi bukan tipe orang yang maniak banget sama ajang ini, tapi nggak anti anti juga. gue cuma pandai memposisikan diri dan tau, kapan harus menjadi 'mesin' bernyawa yang mengabdi pada kapitalisme dengan bergerak dari pukul 8 pagi, selesai jam 5 sore. dan kapan waktu nya untuk memanjakan diri dengan melihat sisi luar dari indonesia yang belum terjamah mata.
kalo mau berfikir realistis, mending menjadikan liburan itu sebagai 'selingan' hidup ketimbang menjadi survevor kacangan yang ketika pulang ke rumah, bingung mau makan apa selain indomie.
di momen kemerdekaan indonesia yang ke 70 tahun ini, banyak pendaki yang ngotot mendaki untuk mengibarkan bendera merah putih di puncak gunung meski sudah di beri peringatan tentang bahaya yang di sebabkan oleh guncangan alam. efek nya, baru baru ini seorang pendaki tewas dalam perjalanan menyusuri puncak.
bagi gue, dari pada sibuk merencanakan pendakian ke puncak gunung untuk mengibarkan bendera merah putih agar terlihat patriotik, mending mulai dari hal hal kecil, yang sifat nya memberikan perubahan berarti buat negara ini. apa aja. jangan buang sampah sembarangan, nggak nerobos lampu merah, nyebrang di zebra cros, bayar pajak, buka lapangan pekerjaan, membeli produk dalam negri, matiin lampu tengah kalo siang, mengayomi anak yatim, dan janda janda... apa aja, yang memberikan perubahan buat negri yang kata nya udah merdeka selama 70 tahun ini.
percaya deh, kita nggak perlu simbol. kita cuma perlu tombol. tombol yang begitu di klik, langsung memberikan reaksi. reaksi atas perubahan bangsa ini. emang nya kalo tuh bendera udah nancep di gunung, seketika negri ini berubah jadi makmur dan sejahtera?
kalo semua orang berduyun duyun pergi ke puncak gunung, gue cuma bisa bilang..
''woiiii... turun ngapah. di bawah kaga ada orang nih.''
happy birtday bangsaku :)
Komentar
Posting Komentar